RANAI (HK) -
Kementerian Keuangan (Kemen Keu) RI akan melakukan evaluasi terkait pola
penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) Migas bagi daerah, sebagai bentuk
respons atas rentannya perubahan harga minyak dunia yang berimbas ke
fluktuasi lifting Migas yang seringkali menggagu asumsi di darah dalam
menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sperti hal yang terjadi di sejumlah daerah penghasil Migas, termasuk Natuna sangat merasakan adanya defisit akibat adanya perubahan DBH Migas. Apalagi Natuna yang hanya mengandalkan DBH Migas sebagai sumber pendapatan terbesarnya.
Kasi DBH SDA 1 Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan, M. Zainudin mengakui, pemerintah sedang mencari solusi dalam menjamin nilai alokasi penyaluran untuk belanja daerah oleh pusat.
"Apa yang dialokasikan tentang transfer bagi daerah setidaknya ada kepastian. Merubah pola penyaluran yang sebelumnya proposis, ke depan by budget apa yang dialokasikan itu yang akan disalurkan," ujarnya Zainudin usai melakukan pertemuan dengan DPRD Natuna, di Jalan Yos Sudarso Ranai, Kecamatan Bunguran Timur, Senin (22/6).
Pemerintah pusat selama ini juga berpatokan pada asumsi makro pendapatan Migas. terkait hal ini kementerian keuangan perlu ada perubahan sistem untuk menjamin kepastian penyaluran tersebut.
Demi transfaransi dan keadilan, Kemenkeu juga mengupayakan hal-hal seperti, sisa kurang atau kelebihan salur DBH akan salurkan pada tahun bersamaan, sehingga daerah tidak terganggu dalam mebuat satu perencanaan pembangunan.
"Akibat perubahan lifting yang menurun tadi tentu ada penurunan alokasi APBN, karena belum ada dana tambahan tanggulangi defisit daerah," ujarnya.
Dikatakannya, keadaan ini bukan hanya terjadi di Natuna melainkan semua daerah penghasil juga turut merasakannya. Karenanya, Pihaknya untuk saat ini hanya bisa mengimbau Pemda melakukan penghematan anggaran tanpa mengganggu layanan publik dan pembangunan yang sedang berjalan.
Di tempat yang sama, Kasi Pelaksana Transfer DJPK, Kemenkeu, Bonatua Mangaraja Sinaga mengakui memang jika DBH merupakan sesuatu yang ditetapkan dengan asumsi makro. "Dihitung kira-kira negara dapat sekian, tidak ada sama sekali iktikad menunda penyaluran dan mengurangi apa yang ditetapkan bagi daerah oleh pemerintah pusat," ujarnya
Untuk tahun depan, diupayakan bagaimana cara penyaluran dan penetapan secara mikro dengan perhitungan alokasi. Ia memastikan juga akan ada koreksi perhitungan dari pusat, jika selama dialokasikan terlalu banyak.
Hal lain yang menjadi penekanan, bahwa Pemkab dan DPRD Natuna semestinya bersinergi menjaga stabilitas DBH Natuna, karena ketentuan mengenai DBH juga terletak di DPR. Secara politis DPRD juga mesti proaktif berkonsultasi dengan pusat.
Demikian dipertegas oleh Bonatua Mangaraja Sinaga pada acara pertemuan tersebut. Bona menjelaskan, mengenai DBH Migas untuk satu daerah sangat tergantung juga pada keputusan di DPR RI. Bahkan kata dia ketentuan secara politis itu bukan hanya besarannya saja melainkan juga ajdwal penyalurannya hingga pengurangan dan penambahanyapun tetat melibatkan ranah politik di DPR.
Menurut dia, jika ternyata kenyataanya seperti itu, pemerintah tidak bisa berbuat banyak terkait stabilisasi DBH Migas untuk Natuna tanpa ada campur tangan politik juga dari daerah.
"Sebetulnya DBH Migas ini bisa dijaga, tapi asalkan kita ketahui bersama bahwa pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan hanya ibarat kalkulator sebagai alat penjumlah dan penyalaur saja. Ketetapannya tetap ada di Senayan, jadi secara politis DBH ini juga harus diperjuangkan agar stabilitasnya tetap terjaga," papar Bona dihadapan belasan anggota DPRD Natuna dan seluruh kepala SKP Pemkab Natuna.
Dikatakannya, pemeirntah daerah bukannya tidak bisa melakukan langkah politis untuk perjuangan DBH tersebut hanya saja menurut dia mungkin itu akan menjadi lebih sulit jika dibandingkan dengan tufoksi yang dimiliki oleh legislatif dari daerah.
Selain itu, Bona juga meminta agar antara ekskutif dan legislatif dapat bekerjasama dengan baik untuk mempergunakan anggaran yang ada seefektif dan seefisien mungkin sehingga output dari dana perimbangan yang dialokasikan pemerintah pusat bisa terwujud.
Rasionya kata dia, semakin besar keberhasilan satu daerah dalam mengelola anggarannya maka akan semakin besar pula pendapatan daerah itu baik dari sektor PAD dari daerah dan dari pusat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Natuna Bidang Anggaran, Wan Sofyan mengatakan jika pemerintah pusat harus cepat memikirkan dan mengambil sikap dalam efek defisit yang terjadi.
"Ini hal yang luar biasa, tidak hanya defisit, namun kita juga ditekan dengan penyelanggaraan Pilkada serentak yang juga butuh alokasi anggaran. Bisa dilihat pemotongan sampai Rp400 M. Kita berharap pemerintah pusat punya langkah yang tepat," ujar Sofyan.
Pemkab Natuna dan DPRD Natuna nampaknya hanya bisa menerima penyampaian terjadinya defisit dari Dirjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu tersebut.
Hadir pada acara tersebut Bupati Natuna Ilyas Sabli besertya selurh SKPD Kabupaten Natuna. (fat)
Sperti hal yang terjadi di sejumlah daerah penghasil Migas, termasuk Natuna sangat merasakan adanya defisit akibat adanya perubahan DBH Migas. Apalagi Natuna yang hanya mengandalkan DBH Migas sebagai sumber pendapatan terbesarnya.
Kasi DBH SDA 1 Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan, M. Zainudin mengakui, pemerintah sedang mencari solusi dalam menjamin nilai alokasi penyaluran untuk belanja daerah oleh pusat.
"Apa yang dialokasikan tentang transfer bagi daerah setidaknya ada kepastian. Merubah pola penyaluran yang sebelumnya proposis, ke depan by budget apa yang dialokasikan itu yang akan disalurkan," ujarnya Zainudin usai melakukan pertemuan dengan DPRD Natuna, di Jalan Yos Sudarso Ranai, Kecamatan Bunguran Timur, Senin (22/6).
Pemerintah pusat selama ini juga berpatokan pada asumsi makro pendapatan Migas. terkait hal ini kementerian keuangan perlu ada perubahan sistem untuk menjamin kepastian penyaluran tersebut.
Demi transfaransi dan keadilan, Kemenkeu juga mengupayakan hal-hal seperti, sisa kurang atau kelebihan salur DBH akan salurkan pada tahun bersamaan, sehingga daerah tidak terganggu dalam mebuat satu perencanaan pembangunan.
"Akibat perubahan lifting yang menurun tadi tentu ada penurunan alokasi APBN, karena belum ada dana tambahan tanggulangi defisit daerah," ujarnya.
Dikatakannya, keadaan ini bukan hanya terjadi di Natuna melainkan semua daerah penghasil juga turut merasakannya. Karenanya, Pihaknya untuk saat ini hanya bisa mengimbau Pemda melakukan penghematan anggaran tanpa mengganggu layanan publik dan pembangunan yang sedang berjalan.
Di tempat yang sama, Kasi Pelaksana Transfer DJPK, Kemenkeu, Bonatua Mangaraja Sinaga mengakui memang jika DBH merupakan sesuatu yang ditetapkan dengan asumsi makro. "Dihitung kira-kira negara dapat sekian, tidak ada sama sekali iktikad menunda penyaluran dan mengurangi apa yang ditetapkan bagi daerah oleh pemerintah pusat," ujarnya
Untuk tahun depan, diupayakan bagaimana cara penyaluran dan penetapan secara mikro dengan perhitungan alokasi. Ia memastikan juga akan ada koreksi perhitungan dari pusat, jika selama dialokasikan terlalu banyak.
Hal lain yang menjadi penekanan, bahwa Pemkab dan DPRD Natuna semestinya bersinergi menjaga stabilitas DBH Natuna, karena ketentuan mengenai DBH juga terletak di DPR. Secara politis DPRD juga mesti proaktif berkonsultasi dengan pusat.
Demikian dipertegas oleh Bonatua Mangaraja Sinaga pada acara pertemuan tersebut. Bona menjelaskan, mengenai DBH Migas untuk satu daerah sangat tergantung juga pada keputusan di DPR RI. Bahkan kata dia ketentuan secara politis itu bukan hanya besarannya saja melainkan juga ajdwal penyalurannya hingga pengurangan dan penambahanyapun tetat melibatkan ranah politik di DPR.
Menurut dia, jika ternyata kenyataanya seperti itu, pemerintah tidak bisa berbuat banyak terkait stabilisasi DBH Migas untuk Natuna tanpa ada campur tangan politik juga dari daerah.
"Sebetulnya DBH Migas ini bisa dijaga, tapi asalkan kita ketahui bersama bahwa pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan hanya ibarat kalkulator sebagai alat penjumlah dan penyalaur saja. Ketetapannya tetap ada di Senayan, jadi secara politis DBH ini juga harus diperjuangkan agar stabilitasnya tetap terjaga," papar Bona dihadapan belasan anggota DPRD Natuna dan seluruh kepala SKP Pemkab Natuna.
Dikatakannya, pemeirntah daerah bukannya tidak bisa melakukan langkah politis untuk perjuangan DBH tersebut hanya saja menurut dia mungkin itu akan menjadi lebih sulit jika dibandingkan dengan tufoksi yang dimiliki oleh legislatif dari daerah.
Selain itu, Bona juga meminta agar antara ekskutif dan legislatif dapat bekerjasama dengan baik untuk mempergunakan anggaran yang ada seefektif dan seefisien mungkin sehingga output dari dana perimbangan yang dialokasikan pemerintah pusat bisa terwujud.
Rasionya kata dia, semakin besar keberhasilan satu daerah dalam mengelola anggarannya maka akan semakin besar pula pendapatan daerah itu baik dari sektor PAD dari daerah dan dari pusat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Natuna Bidang Anggaran, Wan Sofyan mengatakan jika pemerintah pusat harus cepat memikirkan dan mengambil sikap dalam efek defisit yang terjadi.
"Ini hal yang luar biasa, tidak hanya defisit, namun kita juga ditekan dengan penyelanggaraan Pilkada serentak yang juga butuh alokasi anggaran. Bisa dilihat pemotongan sampai Rp400 M. Kita berharap pemerintah pusat punya langkah yang tepat," ujar Sofyan.
Pemkab Natuna dan DPRD Natuna nampaknya hanya bisa menerima penyampaian terjadinya defisit dari Dirjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu tersebut.
Hadir pada acara tersebut Bupati Natuna Ilyas Sabli besertya selurh SKPD Kabupaten Natuna. (fat)
0 komentar:
Post a Comment
silahkan di komentar yaa..............................