Mantan Bupati Kabupaten Natuna Raja Amirullah marah dan merasa telah dizalimi oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungpinang, yang memvonis dirinya dua tahun penjara untuk kasus dugaan korupsi pembebasan lahan di Natuna selama 2 tahun penjara, Rabu (17/6/2015).
"Saya tidak terima, hari ini saya langsung mengajukan banding pak hakim. Saya minta maaf kepada para kuasa hukum, saya yang tidak berkordinasi dulu dalam mengajukan banding ini karena saya merasa dizolimi. Benar-benar tidak terima saya,"teriak Raja Amirullah dari meja pesakitannya, usai majelis hakim membacakan putusannya.
Usai sidang, Raja Amirullah mengatakan, dalam perkara ini, dirinya sama sekali tidak bersalah, sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU) maupun putusan yang baru saja disampaikan oleh majelis hakim.
"Hukum dan pengadilan seperti apa ini. Saya dituduh bersalah ikut terlibat melakukan tindak pidana korupsi atas perkara ini. Padahal, satu rupiah pun saya tidak ada menerima, apalagi ikut terlibat dalam perkara ini,"ungkap Raja berapi-api.
Menurut Raja, salah satu tuduhan menyangkut tidak adanya surat keputusan (SK) tim 9 dalam melalukan pembebasan lahan terhadap kegiatan tersebut, jelas tidak benar.
Hal ini dibuktikan, dengan adanya SK yang telah dikeluarkan oleh Bupati Natuna, sebelum ia menjabat sebagai Bupati di Natuna.
"SK tentang pembentukan Tim 9 pembebasan lahan tersebut sudah ada sebelumnya, dan hingga saat ini belum ada pencabutan, baik dari pejabat bupati lama, maupun sekarang, termasuk selama saya menjabat sebagai bupati di Kabupaten Natuna dimasa itu," ucap Raja.
Raja menyebutkan, dari putusan tersebut, majelis hakim tidak menyebutkan dirinya ikut terlibat menikmati hasil uang korupsi sebagaimana yang didakwakan JPU.
Melainkan hanya menyangkut tentang tidak adanya pembentukan Tim 9 pembebasan lahan dimasa itu.
"Hakim berpendapat lain, bahawa SK yang ditandatangani bupati lama tersebut tidak berlaku. Padahal menurut hukum yang berlaku, sepanjang SK itu belum dicabut, maka masih tetap berlaku," kata Raja.
Disamping itu, lajut Raja, hakim juga berpendapat keliru bahwa SK yang dikeluarkannya saat menjabat sebagai Bupati Natuna, menunjuk Panitia Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Kuasa Pengguna Anggaran(KPA) terhadap pelaksanaan pekerjaan pembangunan fasum dan fasos tersebut telah menyalahi aturan yang berlaku.
"Jika SK yang saya keluarkan itu salah, lantas berapa banyak pejabat negara termasuk Presiden SBY yang pernah mengeluarkan SK tentang tunjangan komunikasi dan telah dipermasalahkan oleh Mahkamah Agung. Lantas kenapa tidak pernah dipermasalahkan," ungkap Raja.
Menurutnya, jika SK yang dikeluarkannya itu salah, seharusnya pihak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang berhak menanganianya, dan bukan menyangkut perkara yang dituduhkan oleh JPU dan majelis hakim ini.
"PN Tanjungpinang ini telah menzolimi orang yang tidak bersalah dan di luar akal sehat saya saat ini,"kata Raja.
Raja menyebutkan, bahwa putusan majelis hakim tersebut tidak fair dan tidak berazaskan keadilan, karena dalam pelaksanaan proyek pembebasan lahan tersebut, sudah ada namanya PPTK dan KPA yang paling bertanggungjawan, dan bukan dirinya sebagai bupati.
"Saya sudah berjanji pada diri saya sendiri, jika saya bersalah dan menerima uang dari pelaksanaan pekerjaan ini, maka saya siap menerima laknat. Namun sebaliknya, bagi siapa yang menzolomi saya seperti sekarang ini, maka biar Allah SWT yang melaknat mereka,"ungkap Raja
Sidang putusan dipimpin majelis hakim Parulian Lumbantoruan SH MH atas dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) pembangunan jalan di Sungai Pauh, Desa Penaga Ulu, Kelurahan Bandarsyah, Kecamatan Bunguran Timur tahun 2010 lalu
Hakim menilai mantan Bupati Kabupaten Natuna tersebut, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana melanggar Pasal Subsider yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni pasal 3 junto pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain vonis tersebut, Raja Amirullah juga dijatuhi untuk membayar denda Rp200 juta, subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU sebalumnya selama 3 tahun penjara, ditambah denda Rp200 juta, subsider 4 bulan kurungan.
Untuk diketahui, Mantan Bupati Natuna Raja Amirullah ditetapkan sebagai terdakwa menyusul Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Kabupaten Natuna, Asmiyadi dan Bahtiar selaku PPTK oleh Penyidik Polisi dalam korupsi pelaksanaan ganti rugi lahan sebesar Rp2,020 miliar dari APBD 2010 tanpa membentuk panitia pembebasan lahan. Proses pembebasan lahan itu dilakukan dengan cara mengundang langsung pemilik lahan.
Pelaksanaan ganti rugi lahan menurut Jaksa tidak dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan bagi Kepentingan Pembangunan dan untuk Kepentingan Umum.
Dalam Bab IV peraturan pemerintah ini, secara jelas dikatakan, tata cara pengadaan tanah untuk tanah yang luasnya di atas 1 hektare, maka bupati membentuk Panitia Pengadaan Tanah dan Tim Penilai Harga Tanah.
Namun oleh Asmiyadi dan Bahtiar, pengadaan ganti rugi lahan untuk fasum dan fasos itu hanya berdasarkan SK Plt Bupati Natuna.
Akibatnya, dari 39.252 meter persegi luas lahaan yang dibayar dan dibebaskan, jumlah riil di lapangan hanya sekitar 30.078 meter persegi.
Sehingga dari hasil perhitungan luas lahan dengan total pembayaran terdapat selisih jumlah pembayaran senilai Rp360 juta yang merugikan keuangan negara.
0 komentar:
Post a Comment
silahkan di komentar yaa..............................